Senin, 22 Mei 2017

Makalah Psikologi Perilaku Menyimpang



BAB I
Pendahuluan
A.    Latar belakang
Generasi muda dewasa ini menghadapi problematika moral, dikarenakan masa remaja adalah masa di mana mereka mulai ragu terhadap kaidah-kaidah akhlak dan ketentuan agama. Dalam kehidupan sosial dikenal bentuk tata aturan yang disebut norma. Norma dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur tingkah laku sosial. Jika tingkah laku yang diperlihatkan sesuai dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku dimaksud dinilai buruk dan ditolak. Tingkah laku yang menyalahi norma yang berlaku disebut dengan tingkah laku yang menyimpang. Penyimpangan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi, sehingga sering menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus-kasus penyimpangan tingkah laku tak jarang pula berlaku pada kehidupan manusia sebagai makhluk individu maupun sebagai kehidupan kelompok masyarakat. Dan dalam kehidupan masyarakat bergama penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang. Dengan melihat dari latar belakang diatas, maka pemakalah akan membahas tentang tingkah laku keagamaan yang menyimpang.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian agama?
2.      Apa pengertian perilaku menyimpang?
3.      Apa saja contoh perilaku menyimpang?
4.      Apa hubungan antara agama dengan perilaku menyimpang?
C.    Tujuan penulisan
1.      Mengetahui pengertian agama.
2.      Mengetahui pengertia perilaku menyimpang.
3.      Mengetahui contoh perilaku menyimpang.
4.      Mengetahui hubungan antara agama dengan perilaku menyimpang.

Bab II
Pembahasan
A.    Pengertian agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.[1] Menurut  Fachroeddin Al-kahiri agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu A, artinya dalam bahasa sansekerta artinya tidak, gama, artinya berantakan, yang sama artinya dengan perkataan Griek yaitu chaos. Jadi arti kata agama ialah tidak berantakan. Jadi yang dimaksud di sini ialah suatu peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai sesuatu yang ghaib, ataupun yang mengenai budi pekerti, pergaulan hidup bersama dan lainnya.[2]
Agama pada umumnya ialah :[3]
1.      satu sistema credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang Mutlak di luar manusia,
2.      suatu sistema ritus (tata pribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu
3.      sauatu Sistema norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan.
Menurut Thoules adalah hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dia percayai sebagai makhluk atau sebagai wujud yang lebih tinggi dari manusia.[4]
B.     Pengertian perilaku menyimpang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagaitingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan 
masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Berikut ini beberapa definisi dari perilaku menyimpang yang dijelaskan oleh beberapa ahli sosiologi :
1.      Menurut James Worker Van der Zaden.
Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
2.      Menurut Robert Muhamad Zaenal Lawang.
Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
3.      Menurut Paul Band Horton.
Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.[5]
Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1.      Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
2.      Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Bentuk-bentuk perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut:
1.      Penyimpangan bersifat positif. 
Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif ter-hadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatifkreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier.
2.      Penyimpangan bersifat negatif.
Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai lebih berat dari pada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun.

C.    contoh perilaku menyimpang
1.      seks bebas
Masalah remaja terhadap soal-soal seks, disebabkan oleh pertumbuhan jasmani mereka. Pertumbuhan jasmani ini mencakup pertumbuhan seks, baik yang sekunder maupun primer, yang mengubah bentuk tubuh dari anak menjadi dewasa dengan segala ciri dan mengubah bentuk tubuh dari anak menjadi dewasa dengan segala ciri dan tanda-tandanya. Sudah sewajarnya apabila keadaan ini menyebabkan perhatian remaja bertambah terhadap diri mereka, yang menyebabkan berubahnya sikap orang terhadap mereka.[6] Seks bebas adalah perilaku pelanggaran yang melanggar system dan pranata hukum, pranata sosial, agama, norma, dan budaya. Seks bebas adalah penyimpangan perilaku yang dianut oleh sebagian kecil umat manusia yang berkeinginan atas kebebasan, di mana mereka tidak ingin ada hukum yang mengikat ataupun aturan apapun yang membuat mereka terhalangi untuk melakukan penyimpangan dalam bentuk free seks. Perilaku ini ditentang, bukan saja karena melanggar aturan agama dan bermasyarakat, melainkan telah menimbulkan efek negative yang merugikan banyak orang. Seks bebas telah berdampak pada penyebaran virus HIV AIDS yang sudah tidak terhitung jumlahnya. Seks bebas adalah pelanggaran yang harus dinafikan segera. Islam mempunyai metode mutawatir untuk mengatasi penyimpangan perilaku seks. Islam menganjurkan laki-laki yang memiliki kesanggupan untuk menukah. Menikah menjamin keturunan, memelihara harta, jiwa dan raga. Menikah menjadikan orang sehat jasmani dan rohani. Apabila seks bebas dapat menimbulkan efek kesehatan seperti infeksi, penularan, dan penyebaran virus HIV AIDS, maka menikah melegalisasi seks dari perilaku haram menjadi halal dan terhindar dari penyakit kelamin yang mendera kaum penganut seks bebas.
Dalam psikologi agama perilaku seks bebas diketahui sebagai perilaku orang-orang yang pada prinsipnya tidak memiliki kesadaran, baik kesadaran beragama, bernorma, bersusila, ataupun berbudaya. Orang yang beragama, akan merasa malu kepada Tuhannya, malu kepada sesamanya, dan terlebih malu terhadap dirinya sendiri. Karena itu, perspekstif psikologi agama, individu yang melanggar rambu-rambu  agama, merasakan seks bebas adalah perbuatan yang merugikan diri dan orang lain. Dalam psikologi agama, pelaku seks bebas dikenali sebagai perbuatan menyimpang yang menjadikannya hidup dalam kegalauan, kebingungan dan gangguan mental. Perilaku seks bebas adalah kesalahn dan penyimpangan, sementara pelakunya adalah kumpulan orang yang hidup dalam ketidakbermaknaan, kelainan diri, dan keterasingan dalam kelompok masyarakat. Apabila realitas ini berlanjut, maka kesehatan mental sulit diraih, bahkan perasaan spekulatif yang menimpa dapat menjadikannya stress, psikoneorosis, dan psikis yang berkepanjangan.[7]
2.      Agresifitas
Robert baron menyatakan bahwa agresif adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakai individu lain yang tak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. [8] Devinisi dari Baron ini mencakup empat masalah penting, yaitu:[9]
a.       Agresi itu perilaku. Dengan demikian, segala aspek perilaku terdapat di dalam agresi, misalnya : emosi
b.      Ada unsur kesengajaan. Peristiwa tabrakan pada umumnya tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa agresi terlebih-lebih apabila si pengendara sudah berusaha menghindar.
c.       Sasarannya adalah makhluk hidup, misalnya manusia
d.      Ada usaha menghindar dari si korban
Bebeerapa factor yang mempengaruhi agresivitas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Provokasi
Perbuatan agresi yang disebabkan oleh adanya usaha yang sifatnya membalas sifat orang lain.
b.      Kondisi agresif
Kondisi tidak menyenangkan yang basanya dihindarkan oleh seseorang, menurut Barikit kondisi ini merupakan salah satu factor saja, adanya factor yang kurag menyenangkan menyebabkan orang itu lalu mencoba berbuat sesuatu agar senang dan mengubah suasana tersebut. Apabila yang menyebabkan perilaku agresif terhadap orang yang menjadi penyebab tersebut.
c.       Isyarat agresif
Seseorang yang berbuat agresif karena melihat stimulus yang diasosiasikan sebagai sumber perbuatan agresif.
d.      Kehadiran orang lain
Terjadinya perkelahian di antara pelajar, misalnya, saat didatangkan kelompok pelajar lain yang menjadi rivalnya.
e.       Karakteristik individu
Sudah terbiasa dengan sikap agresif yang akan mempunyai kecenderungan untuk bertindak agresivitas.
f.       Deindividualisasi
LeBon menjelaskan bahwa orang yang berada dalam kerumunan sering merasa bebas untuk memuaskan nalurinya yang liar dan destruktif(merusak). Hal ini terjadi karena adanya perasaan tak terkalahkan dan anonimitas
g.      Obat-obatan terlarang
Sudah dapat dimaklumi bahwa obat-obatan terlarang dapat menjadi pemicu seseorang untuk berperilaku agresif.
Perilaku agresif lebih menekan pada suatu yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dan secara sosial tidak dapat diterima. Ada dua utama agresi yang saling bertentangan yakni untuk membela diri dan di pihak lain adalah untuk meraih keuntungan dengan cara membuat lawan tidak berdaya. Istilah kekerasan (violence) dan agresif (agresion) memiliki makna yang hampir sama, sehingga sering kali dipertukarkan. Perilaku agresif selalu dipersepsi sebagai kekerasan terhadap pihak yang dikenai perilaku tersebut. Pada dasarnya perilaku agresif pada manusia adalah tindakan yang bersifat kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya. Menurut Sadorki dan Sadock bahaya atau pencederaan yang diakibatkan oleh perilaku agresif bisa berupa pencederaan fisikal, namun pula bisa berupa pencederaan non fisikal atau semisal yang terjadi akibat agresi verbal.
Dalam psikologi anak atau jenis lainnya psikologi, agresi adalah perilaku yang didefinisikan sebagai ekspresi kemarahan dan perilaku defensif yang ditimbulkan pada anggota spesies yang sama. Terdapat beberapa alasan untuk agresi ingin menyakiti atau merugikan orang lain atau menunjukkan dominasi.[10]
Beberapa cara untuk mengurangi perilaku agresif:[11]
1.      Mengurangi tingkat frustasi
2.      Orang diajarkan untuk tidak melakukan agresi dalam situasi tertentu. Atau dapat belajar untuk menekan agresivitasnya.
Dari beberapa definisi agresif di atas dapat disimpulkan bahwa agresif adalah suatu ekspresi kemarahan dan perilaku defensive yang ditimbulkan dengan tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dan tidak dapat diterima secara social.
D.    Hubungan antara agama dengan perilaku menyimpang
            Setiap agama pasti memiliki aturan atau perintah masing-masing agama yang harus di patuhi oleh segenap pengikutnya. Dan aturan-aturan tersebut akan mempengaruhi pada tingkah laku atau prilaku dari pengikutnya. Akan tetapi apabila dalam menjalankan perintah atau atauran yang diberikan oleh agama dijalankan hanya karena meggugurkan kewajiban belaka maka bisa saja prilakunya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh agama. Salah satu contohnya adalah ada orang yang ibadahnya rajin akan tetapi mereka juga ahli maksiat atau ahli berbuat kemunkaran. Dewasa ini pula banyak perilaku para pemeluk agama yang telah menyimpang jauh dari esensi ajaran agama itu sendiri. Akibatnya, agama menjelma menjadi sosok yang seram dan menakutkan. Padahal, esensi ajaran agama adalah cinta dan kasih sayang. Saat ini kita tidak hidup di zaman perang dengan senjata sebagai alat utama. Kita sekarang berpijak di era keterbukaan dan demokrasi. Seharusnya, yang tampak adalah sikap saling membantu dan menebar kedamaian. Dapat disaksikan perbedaan antara orang yang  beriman dengan ornag yang tidak beriman yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak menjalankan  agama atau mejalankan agama dengan cara acuh tak acuh kepada agamanya. Pada wajah orang yang beragama terlihat ketentraman batin, sikapnya dan perbuatannya tidak akan menyengsarakan atau mnyusahkan orang lain, lain halnya dengan orang yang hidupnya terlepas dari ikatan agama atau tali agama, hidupnya akan mudah terganggu oleh goncangan jiwa dan suasana.[12]
BAB III
Penutup
A.     Kesimpulan
Agama adalah pedoman perilaku moral, maka agama adalah pemengaruh perilaku moral manusia karena keyaqinan itu masuk ke dalam konstruksi kepribadian, Dalam pengertian Agama merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut. Sedangkan perilaku menyimpang adalah perilaku yang dilakukan seseorang yang tidak sesuai dengan norma- norma yang ada, seperti norma sosil dan norma agama tau yang tidak sesuai dengan adat istiadat ditempat tersebut. Agama mempunyai pengaruh yang sangat besar pada pola hidup dan tingkah laku pemeluknya, karena agama memberikan kedamaina dan ketentraman bagi pemeluknya bila ia menjalankan aturan tersebut dengan sesungguhnya mnejalankan dan bukan hanya karena menggugurkan kewajiban saja.
















B.     Daftar pustaka
Anonymous, http://id.wikipedia.org/wiki/Agama, diakses tanggal 10 Desember 2013.
Daradjat, Zakiyah, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Gunung Aung, 1970.
Dayakisni Hudaniah, Tri, Psikologi Sosial, Malang: UMM Press, 2009.
Mahmudah, Siti, Psikologi social: Teori dan Model Penelitian, Malang: UIN Malik Press, 2011.
O Sears. dkk, David, Psikologi Sosial, Jakarta: Erlangga,T.T.
Rajab, Khairunna, Psikologi Agama, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012.
Saifuddiin Anshari, Endang, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT Grafindo Pustaka. 2004.
Syamsul Arifin,,  Bambang, Psikologi Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2008.



[1] Anonymous, http://id.wikipedia.org/wiki/Agama, diakses tanggal 10 Desember 2013.
[2] Endang Saifuddiin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983, hal. 122
[3] Ibid.
[4] Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT Grafindo Pustaka. 2004, hal. 4.
[6] Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hal. 237.
[7] Khairunna Rajab, Psikologi Agama, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012, hal 76.
[8] Tri Dayakisni Hudaniah, Psikologi Sosial, Malang: UMM Press, 2009, hal. 193.
[9] Siti Mahmudah, Psikologi social: Teori dan Model Penelitian, Malang: UIN Malik Press, 2011, hal. 61.
[11] David O Sears. dkk, Psikologi Sosial, Jakarta: Erlangga,T.T, hal. 19.
[12] Zakiyah Daradjat, Pearanan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Gunung aung, 1970, hal 57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar